Merahasiakan Kebaikan, Menjaga Keikhlasan








Allah SWT berfirman (yang artinya): Orang-orang yang menafkahkan harta mereka pada malam dan siang hari secara rahasia dan terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (QS Al-Baqarah [2]: 274),

Dalam ayat ini Allah SWT memang akan memberikan pahala kepada pelaku kebajikan (dalam hal ini: infak), baik pelakunya melakukan itu secara rahasia ataupun terang-terangan. Namun, demi menjaga keikhlasan atau agar terhindar dari sikap riya’ dan sum’ah, sebagian ulama lebih senang merahasiakan amal kebajikan mereka. Dalam riwayat, di antara ulama yang amat terkenal dalam merahasiakan amal kebajikan adalah Ali Zainal ‘Abidin, yang sering pada malam hari yang sepi berkeliling untuk membagikan sedekah kepada fakir-miskin.


Terkait sikap merahasiakan amal kebajikan, Abu Hazim rahimahulLâh pernah berkata, “Rahasiakanlah kebaikan-kebaikanmu melebihi kesungguhanmu dalam merahasiakan kejelekan-kejelekanmu.” (Ta’thîr al-Anfas, hlm. 231).

Fudhail bin ‘Iyadh rahimahulLâh juga pernah bertutur, “Ilmu dan amal terbaik adalah yang tersembunyi dari pandangan manusia.” (Ta’thîr al-Anfâs, hlm. 231).

Tamim ad-Dari pernah ditanya oleh seseorang, “Bagaimana shalat malammu?” Ia pun tampak kurang suka ditanya seperti itu, ia lalu berkata, “Demi Allah, sungguh satu rakaat yang aku kerjakan pada tengah malam dalam keadaan rahasia itu lebih aku sukai daripada aku shalat semalam suntuk kemudian hal itu aku ceritakan kepada orang-orang.” (Ta’thîr al-Anfâs, hlm. 234).

Begitulah cara ulama dulu menjaga keikhlasan dalam beramal. Bagaimana dengan kita?