Hati Yang Kaya Untuk Berbagi





Pertengahan tahun hingga Desember 2012 lalu saya ditimpa masalah keuangan beruntun termasuk mengganti uang perusahaan yang hilang selama saya menjadi kasir di sana, gaji saya nyaris habis tak bersisa padahal anak sulung saya divonis dokter harus dikhitan paling lambat akhir Desember saat liburan semester. Meski bukan kewajiban untuk mengadakan syukuran dalam acara khitan saya tetap merasa sungkan kepada tetangga sekitar, padahal uang darimana ?.

Suatu pagi saat berangkat bekerja saya dan sepeda motor kami berhenti di lampu merah saya terhenyak mengamati sosok pengemis berkaki satu dan berpakaian dekil, entah kenapa hati saya tergugah untuk memberikan selembar uang limapuluh ribuan terakhir di dompet saya dan hanya menyisakan beberapa recehan untuk biaya transport hingga akhir bulan. Soal makan siang saya selalu membawa bekal dari rumah jadi tak ada masalah. Kondisi sang pengemis membuka mata hati saya bahwa bagaimanapun susahnya saya masih jauh lebih beruntung daripada dia.

Hari H khitan sang anak sudah dekat namun biaya tak terkumpul juga, saya pasrah. Tak dinyana seminggu menjelang hari H saya mendapat sms dari paman, mengabarkan jika Mama mendapat bagian warisan dari Eyang Buyut saya, Mama meminta saya untuk membagi rata warisan tersebut untuk kami bersaudara. Besarnya duapuluh kali lipat dari yang saya sedekahkan. Sungguh benar adanya jika kita bersedekah di saat susah maka keajaiban akan timbul tanpa diduga.

Sekali lagi, berbagi itu bukan tentang banyaknya uang tapi sebesar dan sekaya apa hatimu. Uang yang banyak takan pernah bisa dibagi jika dimiliki oleh hati yang miskin. Dan begitupun sebaliknya, hati yang senantiasa ingin berbagi takan pernah terhalang oleh ketiadaan materi. Karena berbagi bukan saja dengan uang. Bisa dengan tenaga, pikiran dan bahkan dengan seuntai senyum."