Berbakti Kepada Ayah



Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. ( QS.Al-Isro :23)

Sebidang tanah sudah ditawar Aziz untuk ia beli. Tanah itu persis berada di belakang rumahnya di kawasan Cilangkap. Nilai tanah itu Rp 89 juta. Harga telah disepakati dan Aziz berjanji untuk membayarnya 2 bulan lagi.

Waktu yang dimaksud telah dekat, Alhamdulillah Aziz pun diberi kemudahan oleh Allah untuk mengumpulkan dana. Namun ada kabar dari kampung bahwa ayah terkena stroke dan perlu dirawat.

Berangkatlah Aziz sekeluarga ke kampung untuk menjenguk ayah. Sang ayah dibawa ke rumah sakit dan dirawat dalam waktu yang cukup lama dengan biaya yang tidak sedikit.

Atas izin Allah Swt, sang ayah pun kembali ke pangkuan Allah Swt setelah dirawat sekian lama.

Biaya perawatan ternyata tinggi, dan keluarga pun berembug. Saat itu kondisi semua anak-anak ayah sedang kesulitan, padahal biaya perawatan harus dibayar.

Teringat dengan tabungan yang disiapkan untuk pembelian tanah, maka Aziz pun menarik tangan istrinya untuk bicara empat mata.

“Ma..., boleh gak uang pembelian tanah kita pakai dulu untuk bayar perawatan ayah?!” tanya Aziz kepada istrinya.

“Emmm....,” istrinya hanya bisa bergumam. Ingin sekali ia membantu sekuat tenaga, namun ia khawatir bagaimana dengan janji kepada pemilik tanah.

“Kita saja ya yang bayar biaya rumah sakit?!” tanya Aziz mendesak.

“Ya, terserah kamu saja, Pa!” jawab sang istri.

Setelah sepakat, maka Aziz pun mengambil tabungannya untuk melunasi biaya rumah sakit. Uang sekitar Rp 35 juta rupiah pun dibayarkan kepada pihak rumah sakit tempat ayahnya dirawat.

Dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah Saw bersabda, “Tidaklah cukup seseorang anak menebus kebaikan orangtuanya sebagai balas jasa, kecuali apabila anak itu menemui orangtuanya menjadi budak, lalu ia membelinya hanya untuk memerdekakannya.” HR. Muslim

Aziz dan istri berjuang keras untuk mencari dana untuk pembayaran tanah itu, sedang waktu yang tersisa hanya tinggal sedikit. Hanya Allah Swt satu-satunya sandaran bagi Aziz di saat semua yang bisa diandalkan telah pupus. Hingga akhirnya pertolongan Allah Swt pun tiba di saat kegalauan dan kepanikan memuncak.

Dalam sebuah pertemuan keluarga Aziz bertemu dengan seorang sepupunya bernama Hendra. Sudah bertahun-tahun mereka tidak berjumpa. Saling bertanya kabar dan berbagi pengalaman hidup mengalir dalam pembicaraan mereka. Hingga Hendra bertanya tentang pekerjaan dan dimana Aziz berkantor setiap harinya. "Ku sekarang buka usaha konstruksi, dan kantorku terletak di kawasan Bambu Apus, Jakarta Timur” terang Aziz. “Bambu Apus yang dekat Taman Mini?!” tanya Hendra. “Ya , betul” tukas Aziz. “Aku punya tanah tuh di daerah itu....!” terang Hendra ringan.

Hendra menjelaskan bahwa tanah tersebut berlokasi di jalan Gempol Raya, Bambu Apus. Luas tanah tersebut +/- 860 M2 dan sudah lama hendak dijual namun gak laku-laku.

Mendengar penjelasan Hendra, Aziz pun berkata, “Bagaimana kalau saya saja yang bantu menjualnya?” “Ya, sudah. Tapi aku minta per meternya Rp. 1,5 juta ya!” pinta Hendra.

Aziz kemudian menawar bagaimana kalau ia bisa menjual dengan nilai lebih dan yang diminta Hendra. Hendra menjawab, semua kelebihan dan harga yang diminta akan menjadi milik Aziz.

Hasil dan pertemuan tersebut langsung difollow-up oleh Aziz. Ia melihat lokasi tanah milik Hendra dan sesudah itu Ia buat sebuah spanduk yang menyatakan bahwa tanah tersebut dijual. Aziz amat optimistis bahwa Ia mampu menjual tanah tersebut!

Hari itu adalah hari Jum’at. Hari yang amat penuh berkah. Ia dan 2 orang stafnya saat itu berada di lokasi tanah Hendra untuk memasang spanduk. Spanduk itu berisikan tulisan tentang info singkat tanah dan kontak person Aziz berikut nomor telepon yang bisa dihubungi.

Persis seperti keyakinan Aziz, habis pulang shalat Jum’at ia ditelepon oleh seseorang. Penelepon itu menanyakan berapa harga per meter tanah yang diminta. Aziz menjelaskan bahwa harga per meternya adalah Rp. 1.650.000,-.

Pria penelepon itu mengatakan bahwa ia berminat namun ia hendak rembug dengan istrinya terlebih dahulu. Namun ada satu permintaan penelepon itu yang membuat Aziz tambah optimistis. “Pak Aziz, habis maghrib saya akan telepon lagi, namun boleh gak spanduknya diturunkan dulu agar tidak ada orang lain yang beli!” pinta pria penelepon.

“Baik, pak! Spanduk itu akan saya turunkan, asalkan bapak serius berminat beli tanah itu...” jawab Aziz.

Betul saja, lepas Maghrib pria tadi menelepon kembali. Dalam pembicaraan per telepon tersebut sang pria menawar harga tanah menjadi Rp 1.600.000,- per meter. Aziz dengan sigap menyetujui harga tersebut. Singkat kata maka tanah tersebut pun dijual kepada pria tadi.

Ada selisih Rp 100 ribu per meter dan harga penjualan yang menjadi milik Aziz. Luas tanah 860 M2 membuat Aziz mengantongi keuntungan selisih jual tanah menjadi Rp 86 juta.

Aziz bersyukur kepada Allah Swt atas karunia yang amat mudah dan gampang prosesnya ini.

Hari jatuh tempo pembayaran tanah sudah tiba. Sang pemilik tanah datang dengan tersenyum membayang setumpuk uang yang akan ia terima. Demikian juga Aziz dan istri pun tersenyum. Tidak hanya akan mendapatkan halaman belakang rumah bertambah luas, akan tetapi Aziz dan istri tersenyum karena membayangkan begitu indah mereka bisa punya kemampuan membayar tanah seharga Rp 89 juta dalam waktu yang amat sempit. Subhanallah..., rupanya harga tanah yang ia bayar hanya selisih Rp 3 juta dari komisi penjualan yang ia dapatkan dari tanah Hendra.

Aziz meyakini proses pembayaran tanah belakang rumah tidak semudah ini, andai ia dan istri tidak tergerak untuk membantu pembayaran biaya rumah sakit ayah.

Aziz bergumam, “Inilah balasan kebaikan yang ia dapat sebab menolong orang tua.... sehabis menolong ayah, eh kontan langsung ditolong Allah!”