Pak Gendut Penjual Kelapa Bakar



Pak Gendut, begitu dia senang dipanggil, berkesempatan curhat pada seorang pengunjung warung tendanya di tepi jalan. “Dahulu saya ini sopir pribadi, Pak! Majikan saya orang Korea.”

Pengunjung itu melepaskan bibirnya dan sedotan, “Pasti gajinya sedikit! Makanya Bapak beralih menjual kelapa bakar.” Pengunjung itu berkomentar sok tahu.

“Gaji pokoknya dua juta rupiah per bulan, makan minum ditanggung. Belum termasuk bonus tiap hari,” ungkap Pak Gendut.

“Lho, gaji Bapak lebih besar daripada gaji saya. Bonusnya berapa sih?”

“Sekitar 100 sampai 200 ribu rupiah tiap malamnya bila lembur.”

“Tiap hari?”

“Ya.”

Pengunjung itu makin tertarik, “Artinya bisnis kelapa bakar ini lebih menarik dong! Pasti untungnya sangat besar.”

Pak Gendut tersenyum, “Belum pernah dapat laba bersih 2 juta per bulan. Sekarang sih, masih berat berbisnis kelapa bakar.”

Pria itu menggeleng-geleng lantas melanjutkan minum kelapa bakar. “Dapat pekerjaan enak malah cari yang susah. Salah sendiri!” rutuknya dalam hati.

Setelah menghabiskan minumnya, pengunjung itu menyerahkan uang sembari berkata, “Kalau susah jualan kelapa bakar, temui lagi saja bos itu!”

Pak Gendut tertawa, “Saya tidak bahagia bekerja dengannya. Orang Korea itu mabuk tiap malam. Hidupnya sepi tanpa tujuan yang jelas. Kesehatan saya menurun karena begadang terus menemaninya mabuk. Saya lebih memilih pemasukan sedikit asal hati saya bahagia.”

Pengunjung itu pergi sambil terheran-heran. Dalam benaknya mengantar orang mabuk bukan masalah, karena yang berat itu mencari uang.

Pilihan untuk bahagia membuka pintu rezeki dan juga keberkahan hidup. Meski jumlah pendapatannya berkurang, tapi keberkahannya bertambah. Pak Gendut jadi makin sering tersenyum, tak ada lagi keresahan karena dia tidak lagi melakukan sesuatu yang bertentangan dengan batinnya.

Dia pun merasa terlahir kembali sebagai manusia. Anak-anak dan istrinya juga bahagia, sebab Pak Gendut makin punya waktu untuk mereka. Dulu yang hadir hanya uang saja, sedangkan sosok suami atau ayah dibajak majikan Korea.

Sudah setahun pengunjung itu tak mampir ke warung kelapa Pak Gendut. Namun, karena faktor kesehatan yang membuatnya dianjurkan sering meminum air kelapa, pria itu teringat dengan warung kelapa milik Pak Gendut. Saat dia mampir, ternyata Pak Gendut tak lagi berjualan.
Tendanya sudah hilang.

Anehnya saat shalat Jumat, pria itu bertemu Pak Gendut secara tak sengaja. Senyum Pak Gendut semakin lebar di atas sebuah sepeda motor yang masih beraroma pabrik.

“Kok tak jualan kelapa bakar? Kehabisan modal ya, Pak?”
Pria itu bertanya penasaran.

“Saya sekarang bisnis konveksi, Pak! Alhamdulillah sudah punya sepuluh karyawan,” serunya dengan mata berbinar-binar.

Selepas shalat jumat, Pak Gendut melanjutkan obrolan. Rupanya setahun berbisnis kelapa, kondisi ekonomi Pak Gendut tak kunjung membaik. Suatu hari Pak Gendut kedatangan tamu yang amat baik. Setelah mendengar kisahnya selama menjadi sopir, tamu itu mengajarinya
bisnis konveksi. Modalnya tidak besar sebab mengandalkan kain-kain sisa pabrik. Setelah diolah secara apik, hasilnya bisa dijual ke mal-mal dengan harga sangat bagus. Ibarat sulap, sejak itu kehidupan Pak Gendut sekeluarga makin sejahtera.

Pak Gendut mensyukuri keputusannya untuk tegas memilih jalan bahagia. Karena Allah selalu melindungi hamba-hamba-Nya yang merindukan kebahagiaan dunia akhirat.

Hikmah
o Uang dapat memberikan kesenangan, tetapi belum tentu membahagiakan.
o Orang bahagia lebih memiliki kejernihan pikiran dalam mengelola visi masa depan.
o Kebahagiaan tidak dapat diperoleh melalui cara-cara yang membenarkan hal-hal salah.