Gulai Kambing



Saya mengenal Bambang dalam sebuah kesempatan umrah. Meski berprofesi sebagai seorang dosen yang berpenghasilan pas-pasan, namun rezeki dari Allah Swt. menurutnya bukan dari berapa besar penghasilan yang diterima seseorang. Bambang selalu berkeyakinan, “Berapa pun besaran rezeki yang Allah berikan asal pintar mensyukurinya, pasti Allah akan memberi tambahan keberkahan seperti yang selalu dijanjikan.”

Hidup penuh rasa kesyukuran kepada Allah membuatnya bisa berangkat umrah bersama istri, meskipun tanpa harus mengeluarkan duit sedikitpun dari koceknya. “Jadi, bukankah ini pun adalah rezeki dari Allah yang tak terduga?!” Tukas Bambang bersemangat.

Saya mengiyakan sepenuh hati prinsip hidup penuh kesyukuran yang Bambang jalani.

Prinsip syukur kepada Allah Swt. terus kami perbincangkan, hingga pada akhirnya kami berkesimpulan bahwa hidup itu serasa di surga asalkan kita pandai bersyukur kepada-Nya.

Bambang berkisah bahwa hari itu saat musim hujan, ia menikmati tidur siang. Usai shalat Asar, Bambang duduk di kursi sofa di ruang keluarga. Pesawat televisi baru saja ia matikan karena menurutnya tidak ada acara yang menarik untuk ditonton. Bingung hendak melakukan apa, Bambang lalu memanggil istrinya untuk berbincang-bincang. Wieke, sang istri kini sudah duduk di sebelah Bambang. Teh manis dan sedikit camilan menemani obrolan mereka sore itu saat rintik hujan mengguyur deras teras rumah mereka.

Sore hari sehabis bangun tidur apalagi kondisi dingin hujan di luar rumah rupanya membangkitkan gairah selera makan Bambang.

Tiba-tiba Bambang menyela pembicaraan, “Bu, dingin-dingin seperti sekarang ini enaknya makan sop kambing atau gulai ya?”

Istrinya menukas, “Wah, jangan pingin macam-macam Pak! Daging kambing mahal, sedang uang gaji yang kau berikan tidak cukup untuk beli daging kambing.”

“Memangnya siapa yang menyuruhmu untuk masak daging kambing, Bu?” Tanya Bambang menyangkal.

“Barusan bapak bilang mau sop kambing atau gulai, itu artinya apa?!” Tanya Wieke minta ketegasan.

“Ah, aku hanya mengajakmu berandai-andai saja. Dingin-dingin seperti ini, enaknya makan sop kambing atau gulai?” Jelas Bambang.

Wieke baru mengerti maksud suaminya dan segera ia menukas, “Oh, jadi cuma berkhayal toh?! Kalau gitu enakan mana ya, emmmmmm...” ia bergumam. “Aku rasa dingin-dingin begini sepertinya lebih enak makan gulai kambing ya Pak?!” Usul Wieke.

Bambang lalu membayangkan kenikmatan gulai kambing yang mengepul, dengan santan yang kental dan daging kambing dengan aroma khas berwarna kuning. “Duh nikmat sekali...!!!” gumam Bambang. “Iya deh Bu, aku setuju. Enakan makan gulai kambing dingin-dingin seperti ini!!!” Seru Bambang.

Sepasang suami-istri itu sepakat menginginkan gulai kambing dalam suasana dingin di bawah guyuran hujan. Keinginan itu laksana doa dari mereka. Dalam ketiadaan materi mereka hanya bisa berharap dan berkhayal. Namun apa yang terjadi kemudian???

Bambang lalu mengisahkan bahwa kemudian hujan terdengar berhenti mengguyur. Lalu terdengar suara pintu diketuk oleh seseorang dari luar. Bambang memberi isyarat kepada Wieke untuk segera membukakan pintu.

Wieke bangkit dari duduknya lalu berjalan ke arah pintu. Terdengar pembicaraan Wieke dengan seseorang. Bambang yakin bahwa Wieke sudah menutup pintu itu kembali. Namun aneh, Wieke tidak datang lagi menemui suaminya. Bambang menunggu beberapa lama. Ia menunggu dan menunggu, “Aneh, kenapa istriku tak muncul-muncul?” gumamnya.

Bambang pun memanggil-manggil istrinya, “Bu, ada apa Bu, ada apa?!” Sementara yang dipanggil tidak memberi jawaban.

Bambang penasaran dan ia bangkit untuk menyusul istrinya di depan pintu. Ternyata ia dapati istrinya sedang terpaku berdiam diri. Ada pemandangan yang aneh di sana!!!

Ia dapati kini istrinya berdiri menunduk sambil memegang sebuah nampan. Di atas nampan itu terdapat sebuah mangkuk, lalu mangkuk itu ditutupi dengan sebuah kertas cokelat pembungkus nasi.

“Lalu mengapa istriku berdiam diri seperti itu?” Batin Bambang.

“Bu, ada apa Bu, ada apa?!” Sekali lagi Bambang bertanya. Namun tetap saja Wieke tidak memberi jawaban. Lalu batin Bambang semakin kacau, bahkan ia menduga jangan-jangan ada seorang tetangganya yang baru saja meninggal sehingga nembuat istrinya menjadi sedih dan terdiam.

“Ada apa, Bu?” Bambang kini memegang kedua bahu istrinya. Maka Wieke pun terlihat meneteskan air mata di pipinya. Wieke tak sanggup berkata apa pun membalas pertanyaan suaminya. Kini Wieke membuka kertas pembungkus yang menutupi mangkuk di atas nampan. Saat kertas itu disingkap, maka Wieke hanya bisa berkata, “INI GULAI KAMBING, PAK!”

Subhanalllah, begitu cepat Allah Swt. menghadirkan keinginan para hamba-hamba-Nya. Hidup laksana di surga.

Apa pun yang diinginkan, selalu Allah hadirkan. Lalu, nikmat Tuhan yang mana lagi hendak engkau dustakan?!