Bangkrutnya Sang Saudagar Kaya



Semua orang terperanjat melihat isi pengumuman yang dibuat oleh Bahur bin Zunaid.

“Aneh, masa saudagar Bahur mencari pencuri yang pernah berniat mencuri di rumahnya, bahkan memberikan doa untuk si pencuri itu.” Begitulah pertanyaan di kepala penduduk Kota Rashik.

Semua orang ingin tahu alasan Bahur mengeluarkan pengumuman itu. Hingga akhirnya seorang Badui memberanikan diri bertanya.

“Wahai Saudagar, kenapa Anda mengeluarkan pengumuman itu? Itu adalah perbuatannya yang tidak lazim,” kata orang Badui dengan penasaran.

“Ya, aku sangat ingin bertemu dengan pencuri yang baik hati itu.”

“Memangnya ada pencuri baik hati di dunia ini?” tanya si Badui sinis.

“Salah satunya pencuri itu.”

“Memangnya apa yang sesungguhnya terjadi dan tidak kami ketahui?” tanya orang Badui semakin penasaran.

“Baiklah aku akan menceritakannya.”

Bahur menceritakan peristiwa tempo lalu.

“Pada suatu waktu, usahaku mengalami kebangkrutan. Karena itulah aku memutuskan untuk datang ke kota ini untuk mengadu nasib dan mencari keberuntungan. Kedatanganku ternyata menjadi buah bibir, sebab aku terkenal sebagai saudagar yang sangat kaya di kota lamaku. Semua orang sudah mengenalku dan mereka yakin bahwa aku masih saudagar yang kaya. Rupanya, hal ini membuat para pencuri merasa memiliki peluang untuk mengeruk harta dirumahku,” Bahur mulai bercerita.

“Lalu?” Badui itu semakin penasaran.

“Pada tengah malam itu, aku mendengar suara-suara aneh di tengah rumah. Aku mengintip dari kamar. Tiga pencuri itu sedang membongkar barang-barang, mencari harta. Aku menghampiri mereka dan mengatakan bahwa apa yang sedang mereka cari tidak akan mereka temukan. Mereka malah menodongkan senjata dan mengancamku. Mereka mengira aku berbohong,” lanjut Bahur.

“Apa yang terjadi selanjutnya?”

“Mereka mengira aku adalah seorang yang sangat kaya. Aku mengatakan bahwa aku telah jatuh bangkrut. Mereka tetap tak percaya dan mengancamku agar aku segera memberitahukan di mana harta benda kusembunyikan. Aku terus meyakinkan bahwa aku memang sudah menjadi miskin. Sampai tiba-tiba, anak-anakku bangun dan menangis karena kelaparan. Aku mangatakan jangankan menyimpan harta benda, aku dan anakku sudah tiga hari tidak makan.”

Si Badui mengerutkan keningnya,

“Akhirnya, mereka percaya. Malah mereka memberiku urang sebesar 50 dirham dan menyuruhku menggunakan uang itu untuk memberi makan anak-anakku. Uang itu kugunakan untuk membeli makanan dan beberapa barang yang akan kujual kembali. Dari uang itulah, keluargaku bisa bertahan hidup. Aku pun dapat memulai usahaku kembali hingga aku bisa kembali sukses,” lanjut Bahur.

Si Badui kini memahami alasan Bahur mengeluarkan pengumuman itu.

“Semoga kebaikan selalu bersama mereka,” ujar si Badui dengan sungguh-sungguh.

“Aku berharap dapat dipertemukan kembali dengan mereka untuk mengucapkan terima kasih dan membalas kebaikan mereka,” harap Bahur.

“Kamu tidak bisa memperoleh simpati semua orang dengan hartamu, tetapi dengan wajah yang menarik (simpati) dan dengan akhlak yang baik.” (HR. ABU YA’LA DAN AL-BAIHAQI)